gambar ilustrasi

 

Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, Kelompok Penyelenggara pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat KPPS adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara.  Lebih lanjut di dalam Pasal 28 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2022 disebutkan, keanggotaan KPPS di TPS berjumlah tujuh orang yang terdiri dari satu orang ketua merangkap anggota dan enam orang anggota. Komposisi keanggotaan minimal 30% adalah perempuan.


Dalam pelaksanaannya, KPPS memiliki tugas dan kewajiban yang diatur dalam Pasal 30 PKPU Nomor 8 Tahun 2022, yang tertulis:

a. Mengumumkan daftar pemilih tetap di TPS
b. Menyerahkan daftar pemilih tetap kepada saksi peserta Pemilu yang hadir dan pengawas TPS dan dalam hal peserta Pemilu tidak memiliki saksi, daftar pemilih tetap diserahkan kepada peserta Pemilu
c. Melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS
d. Membuat berita acara dan sertifikat hasil pemungutan dan penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Pengawas TPS, PPS, dan PPK melalui PPS
e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan
f. Menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemilih sesuai dengan daftar pemilih tetap untuk menggunakan hak pilihnya di TPS
g. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
 

Mengenai boleh tidaknya anggota KPPS memiliki hubungan keluarga, bisa dilihat dalam Pasal 35 PKPU No. 8 Tahun 2022. Syarat ini juga diberlakukan kepada anggota PPK dan PPS, diantaranya:

a. Warga negara Indonesia
b. Berusia paling rendah 17 tahun
c. Setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945
d. Mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur dan adil
e. Tidak menjadi anggota partai politik yang dinyatakan dengan surat pernyataan yang sah atau sekurang kurangnya dalam waktu 5 (lima) tahun tidak lagi menjadi anggota partai politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik yang bersangkutan
f. Berdomisili dalam wilayah kerja PPK, PPS, dan KPPS
g. Mampu secara jasmani, rohani dan bebas dari penyalahgunaan narkotika
h. Berpendidikan paling rendah sekolah menengah atas atau sederajat
i. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Dari ketentuan tersebut tidak ada ketentuan yang mewajibkan calon anggota KPPS tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan sesama anggota KPPS. Sehingga apabila anggota KPPS memiliki hubungan keluarga dengan sesama anggota KPPS, tetap diperbolehkan.

Sekian dan terimakasih.

ilustrasi gambar

Intisari Jawaban:

  1. Anak termasuk subjek yang dilarang diikutsertakan dalam kampanye oleh pelaksana dan/atau tim kampanye sebagaimana norma di dalam Pasal 280 ayat (2) huruf k
  2. Pelibatan anak oleh pelaksana dan/atau tim kampanye merupakan tindak pidana pemilu dengan ancaman hukuman pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta rupiah
  3. Putusan pengadilan mengenai pelibatan anak sebagaimana di Pasal 280 ayat (2) dapat dijadikan dasar bagi KPU untuk mengambil tindakan berupa:
  1. Pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap; atau
  2. Pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih

 

 

Ulasan  Lengkap:

Kampanye merupakan tahapan ke-tujuh dari penyelenggaraaan pemilu yang menjadi media yang tepat bagi peserta pemilu untuk mengadu strategi dalam menggaet suara dari masyarakat.[1] Selain itu kampanye Pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggung jawab.[2] Namun nyatanya, kampanye pemilu merupakan masa yang justru paling banyak memunculkan pelanggaran pemilu salah satunya melibatkan anak dalam kampanye. Bahkan Bawaslu memiliki laporan perihal pelibatan anakdalam kampanye merupakan jenis pelanggaran terbanyak. Pelanggaran ini dilakukan oleh hampir semua partai politik.[3]

Aturan mengenai larangan mengikutsertakan anak dalam kampanye sebagaimana tercantum di dalam Pasal 280 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, yang berbunyi: [4]

Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kamparrye Pemilu dilarang mengikutsertakan:

  1. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
  2. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
  3. gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
  4. direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
  5. pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
  6. aparatur sipil negara;
  7. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  8. kepala desa;
  9. perangkat desa;
  10. anggota badan permusyawaratan desa; dan
  11. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.

Di dalam ketentuan tersebut, meskipun tidak tercantum secara eksplisit mengenai larangan keterlibatan anak dalam kampanye, namun di poin ke-sebelas terdapat larangan pelibatan WNI yang tidak memiliki hak pilih. Merujuk pada ketentuan UU Pemilu, untuk bisa dikatakan sebagai pemilih ialah Warga Negara Indonesia yang sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin. Sedangkan definisi anak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”) dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“Perpu 1/2016”) sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang (“UU 17/2016”) adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

 Sehingga berdasarkan ketentuan ini, maka anak-anak dapat digolongkan sebagai WNI yang tidak memiliki hak pilih, sehingga tidak boleh dilibatkan dalam kampanye pemilu melalui metode apapun. Hal ini merupakan pelanggaran pemilu yang termasuk ke dalam pelanggaran pidana pemilu. Sanksi bagi setiap pelaksana dan/atau tim kampanye pemilu yang mengikutsertakan anak (WNI yang tidak memiliki hak memilih) dalam kampanye pemilu dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.[5]

Ketika kampanye pemilu berlangsung, maka kegiatan tersebut dilaksanakan oleh pelaksana kampanye dan dihadiri oleh peserta kampanye. UU Pemilu tidak merinci lebih jauh mengenai siapa peserta kampanye itu, UU Pemilu hanya menyatakan bahwa peserta kampanye terdiri dari masyarakat.[6] Namun ketetnuan lebih lanjut dapat ditemukan dalam Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum yang menyatakan bahwa Peserta Kampanye yaitu Warga Negara Indonesia yang telah memenuhi syarat sebagai Pemilih.[7] Hal senada juga terdapat dalam Peraturan Bawaslu Nomor 28 Tahun 2018 tentang Pengawasan Kampanye Pemilu yang menyatakan bahwa Peserta Kampanye yaitu Warga Negara Indonesia yang telah memenuhi syarat sebagai Pemilih.[8] Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa syarat sebagai pemilih ialah Warga Negara Indonesia yang sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin. Sehingga anak-anak tidak dibenarkan untuk menjadi peserta kampanye pemilu dalam metode kampanye apapun.

Selain sanksi pidana, UU Pemilu juga memiliki sanksi tindakan yang dapat diberikan oleh KPU bagi pelaksana kampanye yang melanggar Pasal 280 UU Pemilu, dalam hal ini termasuk pula bagi pelaksana kampanye dan/atau tim kampanye yang mengikutsertakan warga negara yang tidak memiliki hak memilih. Pengaturan tersebut terdapat pada Pasal 285 UU Pemilu yang berbunyi:

“Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 dan Pasal 284 yang dikenai kepada pelaksana Kampanye Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang berstatus sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota digunakan sebagai dasar KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk mengambil tindakan berupa:

  1. Pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap; atau
  2. Pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih

 

Pemberian tindakan oleh KPU terhadap pelanggaran yang terdapat pada Pasal 280 UU Pemilu bersifat accesor. Artinya pembatalan nama calon oleh KPU harus didahului dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran Pasal 280 UU Pemilu terlebih dahulu. Bilamana belum ada putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap maka tindakan tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh KPU.

Menanggapi hal itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengeluarkan klasifikasi bentuk-bentuk mengikutsertakan anak yang dilarang, Hal ini dikarenakan masih belum jelasnya bentuk mengikutsertakan apa saja yang dilarang. Berdasarkan KPAI bentuk-bentuk mengikutsertakan yang dilarang adalah sebagai berikut:[9]

  1. Memanipulasi data anak yang belum berusia 17 tahun dan belum menikah agar bisa dijadikan sebagai pemilih;
  2. Menggunakan tempat fasilitas anak seperti tempat penitipan anak atau tempat pendidikan anak;
  3. Memobilisasi massa anak oleh partai politik atau pasangan calon;
  4. Anak digunakan sebagai penganjur atau juru kampanye untuk memilih calon atau partai tertentu;
  5. Menampilkan anak sebagai bintang utama dari suatu iklan politik;
  6. Menampilkan anak di atas panggung kampanye parpol dalam bentuk hiburan;
  7. Menggunakan anak untuk memasang atribut-atribut pasangan calon atau partai;
  8. Menggunakan anak untuk melakukan pembayaran kepada pemilih dewasa dalam praktik politik uang;
  9. Mempersenjatai anak atau benda berbahaya tertentu yang membahayakan bagi anak maupun orang lain;
  10. Memaksa, membujuk atau merayu anak untuk melakukan hal-hal yang dilarang selama kegiatan;
  11. Membawa bayi atau anak yang berusia di bawah 7 tahun ke arena kampanye terbuka yang membahayakan anak
  12. Melakukan tindakan kekerasan atau yang dapat ditafsirkan sebagai tindak kekerasan dalam kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara (seperti kepala anak digunduli, tubuh disemprot/cat);
  13. Melakukan pengucilan, penghinaan, intimidasi atau tindakan-tindakan diskriminatif kepada anak yang orang tua atau keluarganya berbeda atau diduga berbeda pilihan politiknya.
  14. Memprovokasi anak untuk memusuhi atau membenci calon kepala daerah atau parpol tertentu baik dalam dunia nyata maupun dalam dunia maya.
  15. Melibatkan anak dalam sengketa hasil penghitungan suara.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat

 


[1] Lihat : Pasal 167 ayat 4 UU Pemilu

[2] Lihat : Pasal 267 UU Pemilu

[3] Nur Hidayat Sardini, Restorasi Penyelenggaraaan Pemilu di Indonesia, Fajar Media Press, Yogyakarta, 2011. Hlm 212

[4] Lihat : Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu

[5] Lihat: Pasal 493 UU Pemilu

[6] Lihat: Pasal 273 UU Pemilu

[7] Lihat Pasal 6 PKPU 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu

[8] Lihat: Pasal 1 angka 29 Perbawaslu Nomor 28 Tahun 2018 tentang Pengawasan Kampanye Pemilu

[9] 15 Indikator Pelanggaran Penyalahgunaan Anak Dalam Kegiatan Politik Versi KPAI https://www.tribunnews.com/nasional/2018/01/23/15-indikator-pelanggaran-penyalahgunaan-anak-dalam-kegiatan-politik-versi-kpai diakses pada 30 April 2020 Pukul 08:53 WIB

 

Agenda Bawaslu Jabar

Tanggal:
Tempat:
Hotel Clove Garden
Jl.Awiligar Raya Atas No.2 Cibeunying, Kec.Cimenyan Kab Bandung
Tanggal:
Tempat:
Kantor Bawaslu Provinsi Jawa Barat
Tanggal:
Tempat:
Fakultas Hukum Universitas Pasundan, Lengkong Kota Bandung.
 

Bawaslu Live Stream

 

Bawaslu Jabar Youtube

  •  
     

    Tanya Bawaslu ?

    Tanya Bawaslu

    Warning: Module "gd" is already loaded in Unknown on line 0